Rabu, 14 Maret 2012

Perspektif Filsafat Ilmu dan Ilmu Sosial

Realitas adalah sebuah nilai yang disepakati sebagai kebenaran atau kenyataan. Namun bagaimana kebenaran dapat diakui, sedangkan kebenaran masih dapat dipengaruhi oleh pemikiran subjektif dan belum tentu dapat dipertanggung jawabkan. Kekonsentrasian pada kebenaran pada akhirnya akan memakan banyak waktu bagi para penggiat untuk mencari kebenaran tersebut. Kebenaran menjadi hal yang sangat berkaitan dengan filsafat. Filsafat menuntun bagaimana realitas (kenyataan atau keberadaan) dapat dibuktikan secara rasional. Pembuktian itu dilakukan secara radikal dan mendalam. Tidak hanya terbatas pada hal itu, filsafat seolah memiliki “banyak tangan” sehingga ruang lingkup kajiannya sangat luas yang menimbulkan sifat keabstrakan pada filsafat itu sendiri. Akibat sifat keabstrakannya, filsafat menjadi sebuah aktivitas intelektual yang terasingkan. Berbeda dengan yang lain, filsafat hanya terkonsentrasi pada upaya pencarian kebenaran sehingga jauh dari nilai praktis. Hal ini tidak mengherankan apabila muncul prasangka yang mengatakan bahwa filsafat adalah suatu displin ilmu yang dekat dengan kemiskinan. Namun, bagaimanapun juga, karena sifat abstraksinya yang menjadikan filsafat dapat menaungi semua displin ilmu sehingga filsafat dijadikan sebagai mother of sciences (induk dari ilmu pengetahuan).

Sebagai mother of sciences (induk dari ilmu), filsafat mengintegrasikan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai ilmu pengetahuan sehingga menjadi suatu pandangan dunia yang akan dipelajari oleh semua orang. Filsafat menguji kelayakan akan suatu teori yang dihasilkan dari sebuah pengetahuan. Sehingga, kedudukan teori akan terpandang sebagai teori yang teruji kebenarannya dan dapat dijadikan paradigma ilmu pengetahuan di seluruh dunia. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Bertrand Russell, “Bukanlah mengenai ilmu apa yang dipercayai oleh orang. Tetapi bagaimana dan kenapa orang tersebut meyakini akan suatu ilmu. Keyakinannya adalah tentatif, bukan dogmatis, semuanya didasarkan pada bukti dan bukan omong kosong belaka.” Filsafat ilmu pengetahuan menyediakan tolak ukur akan kelayakan suatu teori dalam ilmu pengetahuan. Sebagaimana batasan pada filsafat adalah rasionalitas, ilmu pengetahuan yang hakiki dapat dibuktikan dengan penelitian yang empiris dan sesuai dengan akal pikiran.

Kemudian, bagaimana dengan ilmu pengetahuan sosial? Apakah ilmu pengetahuan sosial merupakan disiplin ilmu yang dapat teruji secara ilmiah? Pada pendekatan positifisme, kepastian akan suatu ilmu pengetahuan hanya dapat teruji melalui metode penelitian yang ilmiah. Sebelum masuk kepada sosial sebagai ilmu pengetahuan, kata “sosial” itu sendiri dekat kaitannya dengan konsep interaksi yang terjadi di dalam masyarakat. Masyarakat sebagai sekelompok manusia bukanlah sesuatu yang mudah untuk meraih kepastian teori karena human’s behavior (perilaku manusia) senantiasa berubah-ubah. Kenyataan inilah yang menjadikan sosial sebagai ilmu pengetahuan sulit untuk dibuktikan. Auguste Comte, yang dikenal sebagai “bapak” sosiologi, selain itu dia adalah penganut pendekatan postifisme. Dia menerapkan pendekatan positifis pada ilmu pengetahuan sosial yang diadopsi dari ilmu pengetahuan alam. Metode kuantitatif dapat menjadi salah satu cara untuk membuktikan keabsahan ilmu pengetahuan sosial. Selain itu, walaupun objek pengkajian ilmu sosial adalah interaksi dalam masyarakat yang dapat berubah-ubah, namun dari perilaku tersebut ada pola yang berulang-ulang sehingga dapat menimbulkan berbagai macam teori.

Filsafat dalam fungsinya sebagai pembuktian atas teori yang dihasilkan, menjadikan teori dalam ilmu sosial sangat rentan dan mudah untuk berubah dalam waktu yang relatif singkat. Perbedaan ini sangatlah mencolok, dibandingkan dengan kedudukan teori pada ilmu pengetahuan alam yang cenderung bertahan lebih lama. Suatu teori tidak akan berlaku lagi apabila terbukti ada sebuah kecacatan pada teori tersebut dan akan digantikan dengan teori yang telah terbukti kebenarannya. Di dalam ilmu pengetahuan sosial, sangat dipengaruhi oleh bagaimana dari pembuktian kebenaran yang telah dilakukan. Konsep-konsep yang ditawarkan oleh ilmu pengetahuan sosial adalah metode ilmiah (sebagaimana pendekatan positifisme) yang diterapkan pada tingkah laku sosial manusia. Namun, tetap hasil dari metode kuantitatif tidak dapat membuktikan secara tepat dari tingkah laku tersebut. Tidak ada ukuran pasti dalam ilmu pengetahuan sosial. Sehingga atas itu semua, sense (rasa) dalam ilmu pengetahuan sosial tetap digunakan. Kenapa dikatakan seperti itu? Karena bagaimanapun juga konsep sosial tetap membutuhkan sense (rasa) sebagai ukuran yang abstrak. Memang sulit, jika seperti ini ilmu pengetahuan sosial tetap sulit untuk diterima keabsahannya. Namun bagi saya, semua itu haruslah dikembalikan lagi kepada ruang lingkup ilmu pengetahuan yang terlalu sempit.

0 comments:

Posting Komentar