Kamis, 12 September 2019

Ingin Seperti Pak Habibie

Rabu malam, 11 September 2019, lini masa di media sosial ramai pemberitaan atas meninggalnya pak Habibie. Ribuan ucapan bela sungkawa menyesaki setiap ruang di Facebook, Twitter, dan Instagram. Semua stasiun televisi tidak ketinggalan untuk menjadikan kepergian pak Habibie sebagai berita utama.

Bangsa Indonesia bersedih. Dunia internasional juga turut berduka.

Pak Habibie tentu tidak bebas dari dosa dunia, namun, ribuan doa dari lisan yang lirih untuk memanjatkan ampunan bagi beliau juga mengalir dengan deras. Pak Habibie bukanlah nabi, tapi beliau punya posisi yang istimewa di hati bangsa Indonesia.

Nama besar pak Habibie tidak muncul dari hiruk-pikuk media sosial. Jauh sebelum kami mengenal kecanggihan telepon pintar dan internet, nama pak Habibie sudah begitu melekat di alam pikiran anak-anak seperti saya dua puluh tahun yang lalu. Saat itu kami sudah tahu bahwa beliau adalah profesor lulusan Jerman, ahli teknologi, dan yang paling diingat adalah, "pak Habibie bisa membuat pesawat."

Pengetahuan kami tentang pak Habibie saat itu, terkonfirmasi dari kemudahan arus informasi hari ini. Beliau memang ahli soal burung besi. Disertasinya setengah abad yang lalu sudah berbicara tentang tegangan thermoelastisitas, yang dianggap bisa menghitung tegangan thermal pada sayap pesawat. Beliau sudah menjadi ilmuwan, di saat Indonesia masih tertatih melepaskan diri dari jeratan kolonialisme.

Namanya semakin besar saat pak Habibie menjadi presiden RI di masa-masa transisi. Beliau menggantikan Suharto sebagai presiden. Di masa yang sangat singkat, beliau mengantarkan Indonesia ke arah reformasi. Memenuhi tuntutan rakyat yang ingin merasakan nasib yang lebih baik.

Fase transisi adalah masa yang paling sulit bagi bangsa kita. Dan ditengah tekanan politik yang sangat kuat, pak Habibie bisa membangun institusi demokrasi negara kita yang rapuh. Kini kami bebas berserikat, dan bebas berpendapat, karena warisan pak Habibie. Tak berlebih jika beliau dinobatkan sebagai, "bapak demokrasi Indonesia."

Ini adalah bukti kuat bahwa pak Habibie tidak hanya seorang ilmuwan yang cerdas, melainkan juga seorang pemimpin yang hebat. Pak Habibie adalah negarawan yang sesungguhnya.

Pak Habibie hampir tidak punya musuh di negeri ini. Semua orang mencintai dirinya. Dan menganggap pak Habibie sebagai keluarga dari tiap-tiap manusia Indonesia. Banyak dari kami memanggilnya dengan sebutan 'eyang', sebagai rasa penghormatan, sekaligus ungkapan kasih sayang. Jika ada yang membencinya, orang itu adalah alien. Anomali bagi kami.

Saya, dan banyak anak-anak di negeri ini, pasti ingin seperti pak Habibie. Anak-anak negeri ini termotivasi menjadi ilmuwan, karena inspirasi pak Habibie. Dan anak-anak negeri ini ingin menjadi negarawan, karena teladan kepemimpinan pak Habibie.

Kami hanya bisa berharap, bahwa kami bisa menjadi "Habibie-Habibie" di bidang keahlian masing-masing. Jasad beliau memang wafat, tetapi warisan jasanya tetap ada, dan berlipat ganda.

Selamat jalan eyang. Kami semua bersaksi bahwa engkau adalah orang baik. Semoga eyang bisa beristirahat tenang di surga.

Jakarta, 12 September 2019

0 comments:

Posting Komentar