Minggu, 10 Maret 2013

Membangun Paradigma Berpikir dalam Gerakan

Apa yang pertama kali terpikirkan ketika istilah “gerakan” diucapkan? Mungkin kita akan menjawab bahwa gerakan adalah proses perpindahan dari satu kondisi ke kondisi yang lain. Premis ini tidaklah salah, dan memang seperti itulah kita memberikan pemaknaan secara sederhana terhadap istilah ini. Namun, pemaknaan terhadapnya tidak berhenti begitu saja. Saya akan memulai dengan analogi gunung es, dimana sebagian besar tubuhnya tenggelam didalam air dan hanya sebagian kecil bagian tubuhnya yang tampak dipermukaan. Analogi yang saya maksudkan disini bahwa disetiap gerakan, seperti apa yang kita lihat hanyalah bagian permukaannya saja. Namun ketika kita melihat kedalam, ada bagian tubuh yang jauh lebih besar tersembunyi, dan itulah yang disebut dengan paradigma. Dalam hal ini, apakah kita sudah menyadarinya?

Untuk memberikan penjelasan atas ini, saya akan mengaitkan dengan tulisan yang merupakan pemikiran Ernest Mandel dalam pidatonya yang berjudul “Gerakan Mahasiswa Revolusioner: Teori dan Praktek” . Jika kita mengacu pada konsep Marxisme, kesadaran hanya akan tercipta jika sudah memahami asas kehidupan masyarakatnya dan kondisi lingkungan sosialnya. Kesadaran yang dimaksudkan adalah kekuatan untuk mendorong transformasi dari evolusi sosial menjadi revolusi. Dan inilah yang melekat pada kehidupan buruh tentang kondisi sosial yang dihadapi, bahwa secara tidak sadar eksploitasi oleh kelas kapitalis dilakukan terhadap mereka. Kemudian nilai surplus tersebut dijadikan sebagai pendorong produksi yang berujung pada peningkatan keuntungan bagi para pemilik modal (kapitalis).

Atas dasar itulah, kesadaran harus ada dan tercipta bagi kelas proletar. Dan realisasi atasnya adalah menghapuskan segala bentuk yang menghalangi kesadaran. Dengan begitu, evolusi akan berubah menjadi revolusi. Yang saya tekankan disini adalah bahwa revolusi tidak akan terjadi sebelum adanya paradigma yang membentuknya. Dan paradigma harus dikonstruksikan didalam pikiran, sehingga dalam setiap revolusi yang dilakukan memiliki arah yang jelas.

Tesis ini sudah bersifat universal dan dapat digeneralisasi dalam berbagai kondisi. Mandel, dalam hal ini mengaitkan konsep Marxist terhadap munculnya gerakan-gerakan mahasiswa didunia Barat. Bahwa mahasiswa, yang sebagian besar berasal dari keluarga borjuis, dan mereka masuk kepada universitas atau sekolah tinggi borjuis, tidaklah mudah menciptakan kesadaran bahwa mereka sedang berada dalam “keterkungkungan”. Paradigma akan secara perlahan terkonstruksi dalam pikiran mereka dan mereka semakin menyadari kondisi lingkungan serta sistem yang mereka rasakan dikampusnya. Universitas borjuis akan menciptakan semacam “proletariat” dimana universitas seperti “industri manusia” yang hanya memproyesikan lulusan untuk memenuhi  kebutuhan industri. Pada akhirnya mahasiswa tidak mendapat kesempatan untuk menentukan arah kehidupan mereka dikampus, menentukan kurikulum, sehingga mereka teralienasi dikampus sendiri.

Ketika mahasiswa menyadari hal ini, secara perlahan, kesadaran mereka akan terbangun. Kemudian kesadaran akan berubah menjadi paradigma yang membuat mereka semakin yakin untuk melawan sistem dikampusnya sendiri. Atas paradigma ini, akhirnya mahasiswa secara sadar membentuk gerakan organisatoris, dan membuat jaringan kekuatan untuk membuat gerakan perlawanan terintegrasi sehingga kekuatan gerakan menjadi semakin besar. Hal ini yang kemudian membuat universitas borjuis bersayap liberal, menciptakan sistem yang lebih ketat. Di Indonesia sendiri, mahasiswa dituntut untuk menyelesaikan studinya dalam jangka waktu tertentu, dan menerapkan sistem kredit semester (SKS) yang bertujuan untuk meredam gerakan perlawanan mahasiswa.

Paradigma, yang saya relevansikan dengan pemikiran Ernest Mandel adalah kesatuan antara teori dan praktik. Bahwa sebuah gerakan, atau katakanlah sebuah aksi akan sia-sia tanpa adanya teori yang mendasarinya. Dan tentunya sebuah teori hanya akan menjadi lelucon belaka tanpa ada aksi atasnya. Gerakan adalah pengujian atas paradigma. Sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan. Maka merupakan kesalahan besar bagi mereka yang memisahkan antara kerja teori dengan kerja praktik, keduanya harus berjalan bersamaan.

Kemudian gerakan akan menjadi aksi besar jika diorganisir dengan baik. Manfaat utama dari pengorganisasian ini adalah menyebarkan paradigma sehingga  ada sejumlah besar orang memiliki paradigma yang sama. Dan pengorganisasian dapat secara efektif melakukan agitasi dan propaganda yang akan membuat sebuah gerakan menjadi semakin besar.

Referensi

Mandel, Ernest. Gerakan Mahasiswa Revolusioner: Teori dan Praktek. Diunduh dari http://www.marxist.org/indonesia/archive/mandel/001.htm diakses pada kamis, 7 Maret 2013 pukul 21.40

*Tulisan ini telah dimuat di: http://suarajakarta.com/2013/03/08/membangun-paradigma-berpikir-dalam-gerakan/

0 comments:

Posting Komentar