Selasa, 14 Agustus 2018

Sikap Apa Adanya

Kamis, 9 Agustus 2018, selebgram dan rapper Young Lex secara mengejutkan mengunggah foto "wajah memar", dengan caption yang agak provokatif. "... tadi gue berantem sama k-popers garis keras dan securitynya, alhasil gini deh :( ...", ujarnya. Unggahan itu menimbulkan respons yang cukup ramai di jagat media sosial. Ada yang memberikan simpati atas "musibah" yang dialami Young Lex, dan tentu saja, tidak sedikit pula yang menghujatnya. Bahkan pihak Shopee yang menyelenggarakan kegiatan Meet & Greet Lisa BLACKPINK sampai mengeluarkan klarifikasi bahwa acara yang berlangsung di Mal Kasanblanka tersebut berlangsung kondusif, tidak ada pertengkaran seperti yang disebut Young Lex dalam Instagramnya.

Selang beberapa hari setelahnya, Young Lex menyampaikan bahwa wajah memarnya adalah riasan belaka, yang artinya, unggahannya mengenai wajah babak belur adalah sebuah kebohongan. Saya yakin pasti banyak yang kesal dengan kelakukan makhluk yang satu ini. Seperti tidak peduli dengan anggapan orang terhadap dirinya, Lex justru menyalahkan netizen karena menerima informasi mentah-mentah. Seolah ia membawa pesan moral kepada khalayak agar tidak mudah menerima hoax tanpa ada proses klarifikasi terlebih dahulu.

Pada titik ini saya sendiri melihat Young Lex adalah content creator yang berbakat. Ia mampu menyampaikan pesan melalui jalan yang bisa dibilang out of the box. Mungkin ini juga salah satu kelebihan yang dimiliki tim kreatif yang berada di sekelilingnya. Alih-alih menyampaikan pesan moral, Young Lex dalam unggahannya yang lain bahkan menawarkan endorsement bagi khalayak yang ingin mempromosikan jasa special effect make up artis.

Tapi saya tidak sedang menyoroti kreativitas Young Lex dan timnya. Satu-satunya yang paling menarik perhatian saya adalah pernyataan bahwa ia menampilkan diri apa adanya. "Young Lex di depan kamera dan di belakang kamera sama saja", seolah-olah ia sedang mengkritik kebanyakan orang yang bersikap "munafik" karena citra yang ditampilkan tidak sesuai dengan kepribadian sesungguhnya. 

Young Lex seolah bangga menjadi dirinya, dan ini yang membuatnya bertahan dari hujatan haters yang jumlahnya lebih banyak daripada likers. Beberapa waktu sebelum kasus "wajah memar", Young Lex bahkan melontarkan pernyataan tidak senonoh kepada Lisa BLACKPINK yang merembet pada pelecehan seksual.

Tapi sikap Young Lex bisa ditebak: bersikap santai seolah merasa tidak bersalah. Sebab ia telah berdiri di atas adagium "diri gue apa adanya". Kebanggaan menjadi diri sendiri adalah segala-galanya bagi Young Lex. Ia bersikap masa bodo terhadap para pembenci bahkan secara sinis mengatakan bahwa dirinya bisa berkarya, sedangkan haters hanya bisa komentar.

Apakah kita patut mengaminkan pendirian Young Lex yang jujur apa adanya? Secara pendirian, iya. Sikap seperti Young Lex seolah memecah arus utama dunia hiburan yang penuh dengan ilusi, dan ia terlihat sedang melawan arus itu. Tapi apakah otomatis kita juga mengaminkan pengumbaran aib yang bertentangan dengan sistem moral kita? Jelas tidak. Tidak diragukan lagi sikap Young Lex ini harus ditentang. Membiarkan wabah pembodohan publik berkeliaran di media sosial akan membuat sikap tercela menjadi sesuatu yang lazim dilakukan.

Masalahnya sekarang kita berhadapan dengan arena budaya yang bergerak bebas, dan media sosial menjamin hal itu. Eksistensi adalah bagian penting untuk mendapatkan pengakuan, sekalipun banyak orang membencinya. Young Lex sudah menikmati identitasnya dalam arena tersebut, dan ia bisa melakukannya dengan profesional. Berapa rupiah yang mengalir ke kantongnya karena perilaku kontroversial yang telah menarik dirinya menjadi pusat perhatian. Persoalan lebih besarnya, banyak orang yang secara sadar meniru perilaku tersebut.

Apa yang bisa kita lakukan? Hal ideal yang semestinya dilakukan adalah menarik diri dengan menyadari bahwa menikmati identitas di media sosial adalah realitas semu. Kesadaran ini harus dibangun tidak hanya individual, namun harus menjadi kesadaran kolektif. Dengan demikian, kita dapat mengabaikan sampah media yang hanya berburu likes dan comments. Semakin sering kita hujat, semakin tinggi rate-nya. 

Jadi, mengabaikan bisa menjadi pilihan yang baik, dengan mengalihkan diri dan keluarga kita agar tidak terus-menerus terjebak dalam ilusi budaya.

0 comments:

Posting Komentar