Selasa, 21 Agustus 2018

Tuma'ninah dalam Hidup

Tuma'ninah artinya tenang setelah bergerak. Dalam gerakan shalat, tuma'ninah adalah memberikan jeda antar gerakan: saat ruku', tuma'ninah, lalu bangkit i'tidal, kemudian tuma'ninah lagi, dan seterusnya. Sebab itu ia adalah rukun. Dengan kata lain, shalat tidak akan sah tanpa ada unsur tuma'ninah di dalamnya.

Begitu pula hidup. Kita butuh tenang sejenak di sela-sela aktivitas yang terkadang kian membosankan. Belum lagi hidup yang dituntut serba cepat membuat kita lupa pada "rukun" yang satu ini. 

Ada seorang teman yang mengeluhkan tuntutan hidup serba cepat. Ia bahkan mengatakan relaksasi sosial seperti kumpul bersama teman dan keluarga harus tergadaikan demi mengejar target. Akhir pekan pun ia terkadang - dan bahkan sering - harus pergi ke luar kota. Alasannya: diminta oleh bos. Saat ada waktu kami bertemu, ia memuntahkan segala kekesalan yang sering ia pendam. "Gaji boleh gede, tapi gue capek banget kerja kayak begini", keluhnya. "Belum lagi kalau ada masalah di kerjaan, capeknya dobel!", lanjut teman saya yang tidak henti-hentinya berbicara.

Teman saya dengan spesies super sibuk bukan hanya ia saja. Jumlahnya bahkan lumayan banyak. Beberapa kali saya menengok feed instagram teman-teman saya yang seperti ini, penuh dengan foto tempat-tempat baru yang dikunjungi. Belum lagi ditambah caption yang puitis. Maklum, banyak perjalanan dinas dan urusan luar kota. Tadinya saya pikir mereka bahagia, ternyata tidak juga. Padahal bisa dibilang mereka ini punya banyak prestasi. Tapi tampak semua itu tidak berarti apa-apa karena tekanan untuk selalu hidup serba cepat.

Jangankan mereka yang sibuk kejar target hidup. Kita yang tidak terlalu sibuk saja, bisa jadi tertekan untuk hidup cepat karena melihat diri kita tertinggal oleh orang lain. Akhirnya, input pikiran kita jauh lebih banyak dibanding dengan hal-hal lain yang sebenarnya lebih penting untuk dilakukan. Hilir dari masalah tersebut adalah stres, dan bisa jadi depresi.

Mengapa kita tidak tuma'ninah sejenak? Sembari memberikan ruang yang lega bagi hati dan pikiran untuk beristirahat.

Belakangan saya memang sering stres karena terlalu banyak yang saya pikirkan. Untung saja saya menerapkan tuma'ninah ini dengan menulis di sebuah blog yang pernah saya abaikan berbulan-bulan. Bagi saya menulis di blog adalah kesenangan dan ketenangan batin yang bisa saya dapatkan. Karena saya bisa menulis sesuka hati tanpa harus berpikir apakah tulisan saya akan dibaca banyak orang atau tidak. Sejatinya saya-lah pembaca blog saya sendiri. Saya menulis, lalu saya baca, dan saya puas. Inilah tuma'ninah saya di kala aktivitas yang kian membosankan dan jauh dari ekspektasi. Persetan dengan masalah hidup! Biarkan diri ini "bermasturbasi" dengan rangkaian tulisan yang entah enak atau tidak enak dibaca. Setidaknya saya bisa senang melakukannya.

O ya, sebetulnya shalat itu sendiri adalah instrumen tuma'ninah yang disediakan Tuhan bagi kita - jika kita Muslim. Waktu dalam shalat juga sangat pas dengan momen tuma'ninah yang kita butuhkan. 

Mari kita runtutkan.

Saat bangun pagi, kita langsung dihadapkan dengan shalat subuh. Waktu subuh adalah saat yang tepat untuk me-reset orientasi hidup kita, setidaknya di hari itu saja. Lalu ada shalat zhuhur di saat matahari mencapai puncak teriknya. Di sini kita diminta istirahat sejenak dari puncak pekerjaan yang sedang dikerjakaan saat itu. Kemudian ada shalat ashar untuk cooling down setelah badan dan pikiran kita habis karena segala aktivitas. Dan ditutup dengan maghrib dan Isya, shalat yang menurut saya adalah waktu istirahat penuh. Ingat bahwa jeda antara maghrib dan Isya sangat singkat, dan rasanya tidak mungkin untuk melakukan aktivitas berat. Selain itu dasarnya, waktu selepas Isya lebih baik kita gunakan untuk tidur, dan meniatkan diri untuk bangun pada sepertiga malam guna memanjatkan doa sepuas-puasnya: karena Tuhan menghendaki waktu tersebut sangat makbul.

Kalian boleh bilang saya mengada-ada saja. Terserah saja mau setuju dengan saya atau tidak. Toh, saya tidak memaksa. Lagi pula itu hanya penafsiran saya saja - dan tentu saja tidak ada dasar ilmiah yang kredibel.

Yang jelas, hidup ini membutuhkan tuma'ninah. Memangnya siapa yang mau hidup berakhir sedang kita dilanda stres yang berkepanjangan? Apa kita ingin menjadi budak dunia? Sedangkan banyak orang bilang hidup itu harus dinikmati. Dan saya setuju akan hal ini. Caranya: selingilah dengan tuma'ninah.

0 comments:

Posting Komentar