Jumat, 14 September 2018

Gue Anak Jaksel, Masalah Buat Elo?

Nama gue Grady. Please read nama gue with letter "e" (Read: Gredy), bukan "a" (Read: Grady). See? Nama gue ada unsur english-english-nya. Ketika elo dengar nama gue, you will remember some Western actors like Kevin O'Grady atau Mike Grady. Dan elo jangan plesetkan nama gue with something weird: Greedy (with double "e"). In English, you know lah artinya apa. Dan gue sama sekali gak suka plesetan kayak gitu. It makes me annoyed.

Begini boy. Belum lama ini gue baru pulang dari Imperial College, London, after finished my master's degree. As you know, gue udah susah payah biar bisa lulus dari kampus itu. Dan gue sudah membuktikan bahwa Indonesian Boy like me juga bisa lulus dari kampus itu dengan predikat Cum Laude. Surely, gue sangat bangga. Dan gue juga beruntung karena selama di sana, gue bisa go around Europe gitu deh. Ini adalah sebuah prestige buat gue.

Also, sekarang gue tinggal di Bintaro, sebuah tempat di bilangan Jakarta Selatan. One of place di mana kalangan kelas menengah atas tinggal dan punya rumah di sini. Sedangkan for daily activities, gue ngantor di Kemang. You know Kemang crowded-nya kayak apa. But gue tetap menikmati itu, karena gue always memegang teguh prinsip sebagai seorang hard worker. Actually, gue memang banyak terpengaruh dari orang-orang Europe yang produktif. Dan gue malu kalau membiarkan diri gue harus menjadi lazy people saat nyampe di Indonesia.

Tapi gue merasa ada yang salah with my country. Men, padahal gue di Jakarta, which is Ibukota negara. What happened to this city? Gue lihat pedagang pada sembarang jualan di pinggir jalan. Sepeda motor secara sembarangan naik ke trotoar. Shit, emangya mereka gak tahu apa itu trotoar buat pedestrian. Yang gue bingung juga, dan always ada di pikiran gue, kenapa ya para pengendara di Jakarta can't be orderly. Elo bayangin aja, lampu merah diterabas, zebra cross dihajar juga. So, the question is, how the pedestrian bisa menyebrang kalo zebra cross-nya diterabas juga? Terus gue lihat the people in Jakarta kebanyakan juga bener-bener pada gak bisa bersih. Buang sampah sembarangan. Oh God, what happened to you guys?

Ya gak usah jauh-jauh lah banding-bandingin sama Europe or Japan. Tetangga kita di Spore (Singapura) aja people-nya bisa tertib di jalan. Beberapa kali gue ke sana, I never seen somethings like people do in Jakarta. Yaa paling hanya beberapa spot aja sih yang sedikit jorok. Cuma overall orang-orangnya pada tertib dan rapih. Gak ada tuh ceritanya the people berhentiin bus di pinggir jalan selain di halte. Ya memang they can't do it sih, karena ada dendanya. Dan itu tegas banget rules-nya.

Terus gue juga pernah ke Jepang. Kebetulan untuk urusan conference dan itu dalam beberapa kali gue bolak-balik ke sana. Guys, di sana ternyata orangnya pada tahu malu. Gue pernah baca local newspaper di sana, ada seorang minister yang mengundurkan diri hanya karena failed untuk urusan yang menurut kacamata kita sepele. And in this place, our officers justru pada gak tahu malu guys. Mereka korupsi but masih bisa senyum in front of camera. What happened with our country, bray?

Yes, tapi gue bersyukur sebagai orang Bintaro dan kerja di Kemang. Setidaknya view menyebalkan kota Jakarta jarang gue lihat, except ketika gue pergi atau pulang ngantor. Dan I'm happy because di dekat kantor gue ada cafe yang worthed banget. Tempatnya asik, makanannya enak, apalagi hot cappucino-nya yang taste-nya pas lah buat nenangin pikiran orang yang banyak activities kayak gue. Which means, gue betah nongkrong lama-lama di sana.

Yang juga buat gue happy saat gue back to Jakarta adalah bisa ketemu my sweety. Pacar gue gitu deh. Kebetulan gue udah miss her so much karena gue udah ninggalin dia ke UK (attention! Please read: “Yu” and “Ke”) begitu aja. But she still loves me. Ini yang membuat gue juga gak bisa semena-mena ninggalin dia. Sesibuk-sibuknya gue di kantor, gue selalu menyempatkan waktu to be with her. Dan thanks God, doi gak pernah negative thinking sama gue.

O ya, kenapa ya sekarang cara ngomong kayak gue jadi bahan lucu-lucuan? Dan yang gue makin confuse adalah kenapa stereotype ini melekat di anak JakSel seperti gue ini. Apa yang salah dengan ini semua? Honestly, gue gak suka lho kalian singgung-singgung. Or maybe elo semua ngiri sama gue yang kaya. Guys, you have to know! Gue kaya karena gue kerja keras, and you kismin karena elo bermalas-malasan. Ini hasil jerih payah gue. Suka-suka gue dong gue mau ngapa-ngapain. Huh!

So, kalo gue anak JakSel, emangnya masalah buat elo?

*Catatan: Cerita di atas hanyalah fiksi belaka. Nama Penulis yang kebetulan sama dengan tokoh di atas sesungguhnya bukan anak JakSel dan tidak kerja di Kemang. Grady Nagara saat ini tinggal di bilangan kabupaten Bogor dan hanya jadi karyawan biasa di daerah dekat Cikini. KRL adalah moda transportasi andalannya. Hehe.



0 comments:

Posting Komentar