Jumat, 14 September 2018

Supir Angkot yang Tak Pernah Salah

Di antara biang kemacetan di kota seperti Jakarta dan sekitarnya (Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi), angkot adalah salah satu sumbernya. Coba saja, dalam kondisi jalanan padat, angkot masih sempat-sempatnya untuk ngetem, dan membuat jalan tertutup sebagian. Kayaknya kehadiran petugas berseragam dinas perhubungan (dishub) juga tidak ngaruh-ngaruh amat. Lha, wong saya lihat saja mereka menertibkannya hanya kadang-kadang.

Kadang-kadang lho ya. Pernah suatu ketika mba-mba dishub minta foto saat ia sedang bertugas. "Mas, tolong fotoin saya pake kamera ini ya", kata si mba yang masih muda (dan manis) itu. Cekrek-cekrek. "Mas, sekali lagi ya", imbuhnya. “Makasih ya mas”, dan setelah itu dia melengos pergi. Si abang yang jual gorengan sebelah saya bilang begini, "kayak gitu udah biasa mas, mereka minta foto buat laporan aja ke atasan, nyatanya mah jarang ngatur-ngatur". "Haha, saya udah tahu bang", gumam saya dalam hati. Benar-benar huasyu!

Kembali lagi ke dunia perangkotan. Kalau angkot sudah ngetem sembarangan, itu tandanya adalah ujian kesabaran bagi pengguna jalan lain. Apalagi bagi pengendara sepeda motor, di tengah terik matahari, keringat bercucuran, ditambah debu menempel di wajah. Maka ketahuilah saudaraku, itu adalah ujian yang sangat haqiqi! Ada yang lulus ujian karena bersabar, tapi banyak juga yang tidak lulus. Suasana akan lebih dramatis jika pengguna jalan lain mulai marah-marah. "WOII BANGSAT!", seru salah satu pengguna jalan. Keriuhan bertambah dengan suara klakson yang saling beradu.

Di daerah Lenteng Agung Jakarta Selatan, misalnya, antrean kendaraan bisa mengular panjang hanya karena angkot menumpuk untuk ngetem. Wajar saja, karena di sana ada spot basah bagi para supir angkot untuk meraih penumpang sebanyak-banyaknya; depan stasiun dan dekat pasar. Jika ada angkot yang melalui dua spot basah itu, saya haqqul yaqin pasti akan terjadi kemacetan parah.

Masalahnya, dalam urusan jalanan, supir angkot bisa dibilang adalah penguasanya, sedangkan yang lain harap minggir.

Yang saya sebut di atas baru satu hal saja. Terkadang, supir angkot menjadikan jalanan sebagai ajang "balapan". Biasanya, para supir ini mengejar spot basah tersebut agar tidak didahului oleh supir angkot lain yang jadi pesaingnya. Boro-boro angkot punya mesin sport, kondisi mobilnya saja ringkih tak terawat, tapi digas habis-habisan. Kadang pula cara membawa angkot yang ugal-ugalan membuat para pengendara lain harus rela minggir demi mempersilakan angkot terlebih dahulu yang lewat.

Ketika jalanan macet, para supir ini seringkali "keluar" dari antrean kendaraan, dan melawan arus sebaliknya yang memang lebih lengang. Gimana gak bahaya coba. Kadang-kadang angkot hampir menabrak kendaraan di depannya. Tapi nyatanya si supir santai-santai saja tuh. Malah dia bisa bermanuver untuk menyalip antrean kendaraan di depannya setelah hampir menabrak truk.

Yaa... ibarat kalau kita sedang menonton Fast & Furious laah. Adrenalin kami sebagai penumpang bergejolak tanpa harus jauh-jauh naik kora-kora di dufan atau yang sudah tersedia di pasar malam. Memangnya kenapa para supir bertindak demikian? Alasannya tentu saja: kejar setoran.

O ya, angkot yang ugal-ugalan juga bukan karena ingin kejar setoran saja. Cara membawanya juga bergantung pada mood si supir. Suatu saat saya naik angkot di Depok, karena sebuah kesalahan yang dilakukan si supir, akhirnya polisi lalu-lintas (polantas) menilangnya.

Awalnya si supir sambil cengengesan minta ke polisi itu supaya tidak ditilang, tapi tidak ampuh. Akhirnya ia tetap ditilang. Setelah itu, raut wajahnya berubah. Wajah si supir terlihat masam. Kebetulan saya duduk di bangku sebelahnya. Tiba-tiba angkot yang saya naiki melaju sekencang-kencangnya. Supir beberapa kali membunyikan klakson, lalu menginjak kopling, sambil menggeber-geberkan gas.

Saya lihat penumpang di belakang wajahnya tegang, tapi tak berani menegur supir angkot yang sedang marah itu. Sesekali saya dengar si supir menggerutu, "anjing" dan "babi", katanya dalam suara yang lirih. Tapi saya sih senang-senang saja karena bisa sampai tujuan lebih cepat dari perkiraan, hehe.

Itu baru beberapa saja. Masih ada contoh lain yang jika dikumpulkan dapat menjadi sebuah drama. Misalnya, tak jarang saya lihat mobil angkot menabrak kendaraan lain, atau minimal menyerempet. Biasanya urusan berbuntut panjang setelah cek-cok mulut terjadi. Hebatnya si supir bisa saja dapat argumen untuk melawan. Seperti, "Elu sih jalannya lambat banget!". Walaupun sungguh, angkotnya saja yang berjalan terlalu ngebut.

Kadang-kadang juga adegan berbahaya seperti berhenti mendadak kerap dilakukan. Bayangkan saja, dalam kecepatan tinggi, tiba-tiba berhenti karena kebetulan ada orang yang menyetop di pinggir jalan. Ini ngeri banget. Penumpang yang jarang naik angkot mungkin akan terkekeh-kekeh ketika merasakan adegan ini. Sebab itu, para penumpang harus bersiap siaga atas segala kondisi yang mungkin akan terjadi.

Tapi di sisi lain, saya bersyukur Alhamdulillah, karena supir angkot ini mampu mengajak para penumpang untuk berzikir tanpa harus meng-kafeer-kan orang lain. Ujaran zikir seperti, "astaghfirullah", atau, "masya Allah", itu sudah sering saya dengar di kalangan penumpang.

Supir angkot gitu lho! Semua adegan mereka lakukan tanpa menggunakan stuntman. Hehe.

Tapi apakah supir angkot bisa kita vonis salah? Tentu saja tidak. Supir angkot tidak salah, dan selamanya tidak akan pernah salah. Walau pun kita menghujat habis-habisan. Sehebat apa pun kita mencaci, sayangnya hal ini tidak akan mampu mengubah keteguhan hati para supir angkot. Satu-satunya alasan mengapa mereka istiqamah adalah urusan perut. Ya, urusan perut! Karena dengan cara ini mereka bisa hidup.

Ini saya tidak mengada-ngada lho. Saya pernah ngobrol dengan salah satu supir angkot yang juga seorang Bapak beranak tiga. Ia mengaku bahwa jika tidak ngebut atau ngetem lama, penghasilan mereka tidak bisa maksimal. "Lha, aku ngebut aja penghasilan pas-pasan kok, piye toh mas?", imbuh seorang supir kepada saya.

Saya pun mahfum. Bahwa ini semua adalah jalan ninja yang dengan terpaksa harus mereka tempuh. Oleh sebab itu, tidak mungkin bagi para supir ini untuk bertindak tertib, atau merawat kendaraannya.

Karena semua uang yang mereka peroleh ya untuk setoran, dan sisanya untuk makan. Untuk makan diri sendiri, dan untuk anak-istri yang menanti di rumah. Tapi mungkin pengecualian untuk para supir muda dan lajang yang lebih leluasa untuk memodifikasi angkotnya. Pernah saya lihat, di bangku belakang penumpang, dipasang speaker yang mungkin harganya ratusan ribu. Saya pun bisa menikmati suara Via Vallen dengan jernih, lengkap bunyi “dung-dung” bas yang menggema. Tapi ya, mungkin itu untuk gaya-gayaan saja. Maklum anak muda.

Belum lagi sekarang marak ojek online (ojol). Mau tidak mau penghasilan para supir angkot semakin berkurang. Seperti teman saya yang hijrah dari pengguna angkot menjadi pengguna setia ojol. Teman saya ini mengaku karena waktu tempuh jauh lebih cepat dan lebih nyaman, apalagi ongkos keluarnya beda tipis.

Nah, para pengguna transportasi pribadi dan umum yang budiman, masih mau menyalahkan angkot dan supirnya? Itu terserah sampeyan, tapi ingat bahwa, konsistensi mereka tidak akan goyah. Ibarat lingkaran setan, ya tidak akan putus. Sampai para pejabat kita secara serius mereformasi sistem transportasi umum secara berkeadilan. Itu pun kalau pejabat kita mau dan tidak sibuk yha. Kan kenyataannya mereka lebih sibuk bergotong-royong untuk korupsi,  dibandingkan mengurus hal remeh temeh seperti angkot. Hehe.

0 comments:

Posting Komentar