Sabtu, 13 Oktober 2018

Obrolan yang Berkualitas

Ngobrol dengan orang lain itu baik, tapi bisa menjadi tidak bermanfaat jika kita tidak menentukan standar kualitas obrolan yang dilakukan. Ini adalah prinsip yang belakangan saya terapkan. Saya merasa bahwa pertemuan dengan siapa pun, yang pasti hanya untuk ngobrol atau sekedar kongkow harus memiliki tujuan yang jelas. Sebab itulah kenapa, saya ingin menjadikan obrolan yang saya lakukan berkualitas.

Kok ribet banget sih cuma mau ngobrol santai aja? Ada dua alasan yang mendasari sikap baru saya ini.

Pertama, saya harus menghemat pengeluaran. Mungkin kesannya saya pelit, tapi sebenarnya bukan begitu. Coba saja, jika kita hendak bertemu dengan teman untuk sekedar ngobrol, sudah hampir pasti di tempat-tempat yang cozy seperti kafe atau tempat makan. Hanya untuk sekedar beli kopi saja, minimal harus merogoh kocek 30 ribu sampai dengan 50 ribu rupiah. Itu kalau ngobrolnya cuma sebentar. Kalau ngobrolnya lama, sudah dipastikan makanan dan minuman lain harus juga dipesan. Kalau dirata-rata, untuk sekedar ngobrol saja bisa habis 100 ribu rupiah.

Uang seperti itu untuk sekali dua kali dalam sebulan mungkin tidak terlalu terasa. Tapi bagaimana jika itu lebih dari tiga kali dalam sebulan? Jika dievaluasi dalam neraca keuangan pribadi, jumlahnya pasti akan terlihat besar dibanding dengan pos pengeluaran lain. Tentu saja besar kecilnya sebuah jumlah pengeluaran bergantung pada kondisi finansial masing-masing orang.

Saya hanya ingin memastikan bahwa uang yang saya keluarkan harus ada manfaatnya untuk perkembangan diri saya. Inilah kenapa ada alasan kedua, bahwa obrolan yang santai sekali pun harus memiliki tujuan praktis yang ingin didapatkan. Sebelum saya membuat janji bertemu dengan seseorang, saya selalu memastikan terlebih dahulu, apa kepentingan saya terhadap obrolan tersebut? Jika memang penting dan/atau bermanfaat, saya akan lakukan hal itu. Tapi jika ternyata tidak terlalu penting, tidak akan saya lakukan.

Urusan penting atau tidak penting ini juga relatif. Setiap orang punya kriterianya masing-masing. Kalau saya, setidaknya ada dua hal yang menjadikan dasar mengapa sebuah obrolan itu penting dan harus saya lakukan.

Pertama, adalah menyambung silaturahim terutama dengan kawan yang sudah lama tidak bertemu. Menyambung silaturahim ini juga saya lakukan dengan orang-orang yang dasarnya mudah saya temui, dengan alasan utama adalah menjaga kualitas hubungan. Biasanya penjagaan kualitas hubungan ini terhadap peer group agar membuat hidup saya waras dan tidak merasa kesepian. Tapi bisa jadi, akan lain cerita jika nantinya saya sudah menikah. Kedua, sebuah obrolan dianggap penting karena saya ingin mendapatkan sudut pandang baru tentang hidup dan kehidupan. Dari sini, saya ingin mendengar cerita teman-teman saya tentang bagaimana mereka menjalani hidup, prinsip-prinsipnya, dan bagaimana mereka bertahan dalam situasi apa pun.

Seperti tanggal 6 Oktober lalu, saya bertemu teman lama yang saya kenal baik sejak SMP sampai SMA. Terjadinya pertemuan itu juga tidak disangka-sangka, karena teman saya ini membaca tulisan yang saya bagikan di halaman Facebook tentang pengalaman pertama saya berkonsultasi dengan psikolog. Tiba-tiba ia mengirimkan pesan Whatsapp kepada saya, dan sekelebat saja saya mengajaknya bertemu. Dari pertemuan itu, saya tahu bahwa teman saya sedang dilanda masalah yang sangat serius.

Pertemuan dengan kawan lama saya itu jelas sangat berkualitas. Dari obrolan itu saya mendapatkan sudut pandang lain tentang kehidupan. Ia menceritakan bagaimana kenyataan pahit yang harus ia hadapi bertahun-tahun, terutama tentang keluarganya. Saya mendengar dengan seksama, dan ada perasaan takjub yang saya peroleh dari ceritanya. Saya takjub karena teman saya mampu bertahan dalam jangka waktu yang lama. Karena ia membaca tulisan pengalaman saya berkonsultasi dengan psikolog, saya pun menceritakan langsung bagaimana pengalaman saya. Tak lupa saya pun menyarankan kepadanya untuk mencoba berkonsultasi dengan psikolog.

Pertemuan lainnya adalah kemarin, pada 12 Oktober. Selepas kerja, saya menemui teman saya yang lain untuk bercerita banyak hal. Bisa dibilang dari cerita yang paling receh sampai dengan cerita yang sangat serius. Dalam pertemuan selama lima jam itu, kami saling bercerita satu-sama lain. Saya pun merasa senang, karena akhirnya saya menemukan banyak sekali sudut pandang baru, dan di satu sisi ini seolah menjadi pukulan bagi diri saya sendiri.

Dari obrolan itu, yang saya dapatkan adalah tentang komitmen. Sebuah komitmen yang tidak mudah goyah terhadap situasi, dan dengan konsisten dijalankan. Ia mengaku bahwa ada pencapaian yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya, dan itu hanya dilakukan dengan komitmen pada apa yang sedang ia lakukan, sekali pun berada dalam situasi yang sulit atau tidak mengenakan.

Itulah obrolan berkualitas. Tanpa obrolan-obrolan itu, saya mungkin tidak tergerak untuk menuliskannya. Saya harus mencari obrolan berkualitas lainnya!

0 comments:

Posting Komentar